Senin, 17 Agustus 2009

Menghormati sebuah kenagan

2 hari yang lalu, kurang lebih pukul 1 dinihari, aku berjalan kaki menelusuri sepanjang jalan di alun-alun kota Probolinggo(kebetulan dekat rumah). dengan bercelana pendek, kaos oblong dan sandal jepit aku berjalan ringan menikmati malam. sesaat kemudian, aku gamit sebungkus rokok Avolution kesukaanku dari kantong sebelah kiri, kunyalakan, dan emmmh nikmat betul seonggok racun yang mengalir melalui kerongkonganku. tiba di bangku tengah, aku duduk dan menghidupkan gadget, kebetulan bisa untuk wifi. cek tulisan para komentator dan para sahabat yang berkirim pesan di FB sambil cekakak cekikik sendiri mirip orang sinting. tak lama kemudian sebuah e mail masuk. nama pengirim sudah tidak asing lagi. aku buka, isinya ringan, just say hello aja. saling balas hingga tangan keriting, akhirnya aku putuskan telepon. pertama yang kudengar adalah ledakan tawa khasnya yang berat. ya, meskipun dia perempuan tetapi selera rokoknya cukup membuatku merinding. dia sahabat karib sejak TK hingga sekarang. pada dia aku sering ngorol soal bisnis hingga omong kosong soal cewek-cewek masa sma dulu. entah kenapa, tiba tiba saja dia menyebut sebuah nama yang aku kenal beberapa tahun lalu, sebuah nama yang sangat lekat dengan perasaan terdalamku.




"gimana kabar dia?" tanya nya lugu. "siapa?" jawabku enteng. "aah pura pura lupa apa amnesia?" candanya. "hahaha... ya gitulah, dia udah menemukan bintangnya" jawabku. "bahagia dia?"tanyanya lagi. "heeeeh (kuhela napas panjang).. entahlah, mudah-mudahan sih iya" jawabku meragu. "kamu sendiri bahagia sekarang?"tanyanya menyelidik. "aku bahagia....udah ah ngomong apaan sih" jawabku mencoba mengelak. "apa itu berarti kamu sudah melupakan dia?" tanyanya semakin dalam. "hei, aku mungkin sudah bahagia, begitu juga dirinya, tetapi bukan berarti kenangan itu lantas meredup dan mati" jawabku. "lantas?" serunya lagi. "andai saja aku mampu memadamkannya, tentulah aku tak akan cerita pada kamu tentang gadis itu sehari menjelang pernikahanku. ini masalah tanggung jawab sebuah pilihan, meski sedalam apapun perasaan ku, tidak mungkin aku lantas serong dan lepas tanggung jawab, tidak, aku bukan seperti itu.... pengecut namanya... aku akan jalani ini sepenuh hati, sekalipun pada akhirnya aku mati tanpa berkesempatan barang seharipun untuk hidup dengan nya, aku tidak menyesal, karena ini adalah pilihanku." jawabku meninggi. "aku tahu itu, akupun lega mendengarnya, mudah-mudahan itu benar adanya.. karena aku melihatmu semakin hari semakin larut dalam pekerjaan dan bisnis, aku berharap itu bukan sebentuk pelarianmu.."jawabnya..






kamipun melanjutkan obrolan dengan topik lain hingga tanpa terasa masjid Agung probolinggo mengumandangkan tarkhim tanda bahwa subuh sudah menjelang. kami akhiri percakapan itu. aku pun melangkah pulang, karena mata terasa perih dan badan juga letih. dalam perjalanan pulang, aku mendongakkan kepala dan berkata " aku hambamu... Tuhan..aku selalu menyerah pada takdirmu"...............

Tidak ada komentar:

Posting Komentar